NAGEKEO - Fungsionaris/Pemangku adat perwakilan dari 5 (lima) suku yang tergabung dalam komunitas masyarakat adat di kampung Kawa, menyarankan agar PPMAN keluar meninggalkan Nagekeo dan tidak lagi mencampuri urusan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Waduk Lambo.
Hal itu senada disampaikan oleh para pemangku adat perwakilan 5 suku dari Kawa kepada awak media usai memberikan pernyataan dukungan terhadap Penlok II pembangunan Waduk Lambo, Sabtu (28/5/2022).
"Dalam kaitan dengan pembangunan waduk ini saya kira, PPMAN hadir sudah terlalu jauh mencampuri urusan pembangunan ini. Dan saran saya, sebaiknya PPMAN keluar dari Nagekeo, " demikian saran Vinsensius Bhena yang merupakan salah seorang pemangku adat dari Kawa.
Vinsen berujar, justru kehadiran PPMAN dalam urusan pembangunan Waduk Lambo dengan mengatasnamakan bela masyarakat adat, tatanan budaya dan adat istiadat di Nagekeo khususnya di wilayah terdampak pembangunan PSN itu menjadi rusak.
Baca juga:
Laki-laki Paruh Baya
|
"Justru kehadiran mereka lebih memperkeruh suasana. Adat istiadat sekaligus budaya di Nagekeo tatanannya menjadi rusak dengan kehadiran PPMAN ini, " katanya.
Bagi dia, jika memang PPMAN tetap berdiri pada sikap defensifnya dengan mengatasnamakan bela masyarakat adat, maka sebaiknya duduk dan diskusi bersama seluruh fungsionaris, pemangku adat yang ada di wilayah terdampak pembangunan waduk tersebut.
Baca juga:
Tony Rosyid: Demokrat, Berhentilah Meratap
|
Lanjutnya, atasnamakan masyarakat adat namun kenyataan untuk kepentingan segilintir orang lalu berkoar-koar di media sosial, sementara budaya orang Nagekeo, kata Vinsen, PPMAN sendiri tidak tahu yang sebenarnya.
"Kalau AMAN bersikeras pada pendiriannya lantaran mengatasnamakan mandat, sebaiknya kita duduk dan bicara, kita berikan ruang berdiskusi. Jangan hanya karena kepentingan segelintir orang, lalu mengatasnamakan masyarakat adat. Jangan hanya berkoar-koar di media sosial sementara yang sebenarnya PPMAN sendiri tidak tahu bagaimana tatanan atau adat istiadat yang ada di Nagekeo, " tandasnya.
Presepsi yang sama juga dilontarkan, Primus Juma. Baginya, PPMAN perlu mengetahui bahwa, dampak dari pembangunan Waduk Lambo bukan hanya masyarakat Rendu. Dalam hal tersebut maksud Primus ialah, segelintir orang menolak, lalu mengatasnamakan masyarakat Rendu Butowe seluruhnya.
"Untuk PPMAN ketahui, yang terkena dampak pembangunan Waduk Lambo ini bukan hanya masyarakat Rendu. Dalam hal ini segelintir masyarakat Rendu menolak lalu PPMAN mengaku semua, " lirihnya.
Katanya lagi, PPMAN sebaiknya berkoordinasi dengan tiga desa terdampak pembangunan waduk tersebut. Pasalnya bicara kaitan dengan ulayat, warga di tiga desa terdampak semua memiliki hak ulayat.
Tambahnya, jika PPMAN berbicara kepentingan segelintir masyarakat Rendu Butowe yang menolak lalu menjual bahwa semuanya menolak, Primus menyimpulkan bahwa PPMAN saat ini sudah di luar koridor organisasi.
"Karena selama ini mereka (PPMAN) berbicara kaitan dengan ulayat. Kalau bicara kaitan dengan hak masyarakat terkait rumah atau kapling dan juga tentang pohon tidak masalah karena kami tahu PPMAN diminta, diberi kuasa. Tetapi, sebagai lembaga, yang nota bene pembela masyarakat adat nusantara jika terlalu jauh membicarakan kelebihan dan kekurangan bumbu di dapur kami, saya pikir sudah tidak pada subtansi keorganisasian, " ucap Primus.
Untuk itu Primus meminta, mulai saat sekarang PPMAN meninggalkan Nagekeo dan tidak mengganggu pembangunan Waduk Lambo yang nota bene waduk tersebut akan menghidupkan bahkan mensejahterakan masyarakat Nagekeo pada umumnya dan masyarakat di tiga desa terdampak khususnya.
"Secara terhormat saya minta PPMAN keluar dari Nagekeo. Karena kalau bela masyarakat Rendu Butowe dan itu tidak seluruhnya masyarakat Rendu Butowe tetapi ada oknum-oknum tertentu dan ujung-ujungnya menyalahkan pemerintah dan juga kepolisian, " tutupnya.